Senin, 09 April 2012

INDONESIAN SUSTAINABLE PALM OIL/ISPO

RINGKASAN MATERI

PERTEMUAN SOSIALISASI PEMBANGUNAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT BERKELANJUTAN INDONESIA (INDONESIAN SUSTAINABLE PALM OIL/ISPO)

HOTEL ROYAL BOGOR, 28 PEBRUARI 2012

Oleh : Santobri

I. PENDAHULUAN

Pada hari Selasa tanggal 28 Pebruari 2012, diselenggarakan acara Pertemuan Sosialisasi Pembangunan Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia (Indonesian Sustaianable Palm Oil) yang bertempat di Hotel Royal, Bogor. Acara tersebut diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Perkebunan - Kementrian Pertanian. Kegiatan Sosialisasi dihadiri oleh 180 peserta yang mewakilan perusahaan perkebunan kelapa sawit se Indonesai, Perguruan Tinggi, Badan Sertifikasi, Asosiasi Perkebunan, LSM dan beberapa instansi pemerintah lainnya.

II. TUJUAN

Tujuan acara tersebut adalah memberikan pemahaman yang memadai tentang Peraturan Menteri Pertanian Nomor : 19/Permentan/OT.140/3/2011 tentang Pedoman Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Inonesia atau Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO), kepada seluruh pemangku kepentingan.

III. MATERI ACARA

Materi yang diberikan di dalam acara ini adalah sebagai berikut:

NO

AGENDA KEGIATAN

PEMBICARA

1

Pengarahan dan pembukaan acara

Menteri Pertanian RI

2

Kebijakan di Bidang Perkelapasawitan

Direktur Jenderal Perkebunan (selaku Ketua Komisi ISPO)

3

Hambatan Perdagangan Minyak Sawit Indonesia

Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian (selaku Wakil Ketua Komisi ISPO)

4

Penilaian Usaha Perkebunan

Direktur Pascapanen dan Pembinaan Usaha (selaku ketua Tim Penilai, Sekertariat Komisi ISPO)

5

Penjelasan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 19/Permentan/OT.140/3/2011

Direktur Tanaman Tahunan (Selaku Sekertaris ISPO)

6

Penjelasan Prinsip dan Kriteria ISPO

Dr. Rosediana Suharto (Kepala Sekertariat Komisi ISPO)

7

Sistem sertifikasi ISPO

Karim Husein (Koordinator Bidang Sertifikasi, Sekertariat Komisi ISPO)

IV. RINGKASAN MATERI

a. Pengaraha Menteri Pertanian RI

1. Kelapa sawit merupakan komoditi ekspor andalan dari sub sektor perkebunan yang telah berkontribusi secara signifikan terhadap penerimaan devisa negara khususnya dari sektor non migas. Sejak tahun 2006 Indonesia telah menjadi negara produsen sawit terbesar di dunia dengan produksi mencapai 16,4 Juta Ton, dimana 12,1 Juta Ton diekspor dalam bentuk CPO. Pada tahun 2010 total luas areal kelapa sawit telah mencapai 8,1 Juta Ha dengan produksi CPO mencapai 19,7 Juta Ton dan ekspor sebesar 16,3 Juta Ton dengan nilai ekspor setara USD13,4 Juta.

2. Negara tujuan utama ekspor CPO masih diduduki oleh India, yaitu 5,3 Juta Ton (32,5%) diikuti China 2,2 Juta Ton (13,3%) dan sisanya adalah Belanda, Italia, Bangladesh dan negara-negara lainnya. Kontribusi minyak sawit Indonesia dalam memasok minyak sayur ke pasar dunia cukup besar, yaitu 15,1% sedangkan pangsa produksi minyak sawit Indonesia terhadap produksi minyak dunia sekitar 47,5%. Diperkirakan produksi minyak sawit Indonesia akan terus meningkat sampai dengan tahun 2020, hingga mencapai sekitar 40 Juta Ton.

3. Kampanye Negatif terhadap sawit (isu deforestasi, degradasi hutan, rusaknya hábitat dan terbunuhnya satwa liar yang dilindungi, meningkatnya emisi Gas Rumah Kaca (GRK), dan seterusnya ) dalam beberapa tahun terkahir sangat marak, tidak hayanya dilakukan oleh LSM, tetapi juga ditingkat Negara dengan menerapkan hambatan nontarif terhadap minyak sawit. Hal ini terjadi karena adanya kehawatiran minyak nabati yang diproduksi oleh Negara tersebut kalah bersaing dengan minyak sawit.

4. Badan Perlindungan Lingkungan Amerika Serikat (Environmental Protection Agency/EPA) awal tahun ini menerapkan Notice of Data Availability (NODA). Dalam Ketentuan tersebut EPA menerapkan standar emisi CPO untuk Biodisel sebesar 20%. Sedangkan emisi CPO Indonesia dinilai baru 17 % sehingga belum memenuhi standar emisi negara tersebut. Pemerintah AS memberikan kesempatan kepada Indonesia sebagai eksportir CPO terbesar dunia untuk memberikan penjelasan (notifikasi) hingga 28 Maret 2012. Selain AS, Uni Eropa sudah lebih dulu menerapkan standar emisi untuk CPO sebesar 35 %, sedangkan CPO Indonesia dinilai baru mencapai 19%.

5. Saat ini konsumen terbesar CPO Indonesia adalah India, disusul Tiongkok dan Uni Eropa, dengan menyerap 60 % ekspor sawit Indonesai. Ekspor minyak sawit ke Amerika Serikat relative kecil, akan tetapi karena AS Negara yang berpengaruh besar terhadap perdagangan dunia, sehingga perlu diwaspadai dampak penerapan non tariff barrier tersebut.

6. Agar bisa meningkatkan pasar ditengah kampanye negative, kita harus melakukan langkah-langkah strategis dalam menjawab tantangan tersebut. Untuk mengantisipasi hal tersebut Kementerian Pertanian telah menetapkan satu kebijakan baru di bidang perkelapasawitan dengan menerbitkan Peraturan Menteri Pertanian Nomor: 19/Permentan/OT.140/3/2011 tanggal 29 Maret 2011 tentang Pedoman Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia (Indonesian Sustainable Palm Oil / ISPO). Peraturan Menteri tersebut bersifat mandatory (wajib) dan mengatur persyaratan ISPO yang harus diterapkan oleh perusahaan perkebunan kelapa sawit, sedangkan ISPO untuk pekebunan kelapa sawit rakyat (Plasma dan Swadaya) akan diatur kemudian.

7. Perusahaan perkebunan kelapa sawit yang dapat mengajukan permohonan sertifikat ISPO harus memenuhi para syarat, yaitu sudah mendapat Kelas I, Kelas II, dan Kelas III berdasarkan hasil Penilaian Usaha Perkebunan sesuai dengan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 7/Permentan/OT.140/2/2009 tentang Pedoman Penilaian Usaha Perkebunan. Pada tahun ini juga Kementerian Pertanian akan melaksanakan penilain kelas kebun untuk persyaratan sertifikasi ISPO

8. Perusahaan perkebunan kelapa sawit dalam waktu paling lambat sampai dengan tanggal 31 Desember 2014 harus sudah melaksanakan usahanya sesuai dengan ketentuan peraturan ini yang dibuktikan dengan diperolehnya Sertifikat ISPO.

9. Sertifikasi ISPO akan dimulai pada awal Maret 2012. Untuk itu berbagai persiapan telah dilakukan, seperti Penyusunan Petunjuk Penerapan Prinsip dan Kriteria ISPO, Pelatihan Auditor ISPO, Pembentukan Keanggotaan Komisi ISPO, Pembentukan Sekretariat Komisi ISPO, Sosialisasi ISPO di 12 Provinsi, dan yang sedang dalam proses, yaitu Penunjukkan Lembaga Sertifikasi, serta Pertemuan Sosialisasi ISPO yang saat ini sedang kita selenggarakan. Sosialisasi ISPO juga akan dilaksanakan di 19 provinsi sentra perkebunan kelapa sawit.

10. Karena Pelaksanaan sertifikasi ISPO sudah dekat, diharapkan seluruh perusahaan perkebunan kelapa sawit mempersiapkan segala sesuatu yang diminta oleh P&C ISPO, agar pelaksaan sertifikasi berjalan dengan lancar dan baik.

b. Kebijakan di Bidang Perkelapasawitan (Direktur Jenderal Perkebunan/Ketua Komisi ISPO)

1. Kebijakan umum pengembangan perkebunan kelapa sawit di dinonesia adalah :

· Miningkatkan Produksi, Produktivitas dan Mutu

· Meletakkan Usaha Perkebunan Rakyat Sebagai Prioritas

· Meningkatkan Nilai Tambah & Efisiensi Agribisnis Kelapa Sawit

· Penerapan Pembangunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Menurut Sistem Indonesia

2. Sebagai upaya untuk meningkatkan produktivitas kelapa sawit Nasional Pemerintah mempunyai visi pembangunan perkebunan kelapa sawit 35:26 pada tahun 2025, artinya produktivitas ditingkatkan menjadi 35 Ton TBS/Ha/Tahun dan rendemen CPO 26%.

3. Upaya Kementerian Pertanian dalam mendukung peningkatan produktivitas kelapa sawit adalah sebagai berikut :

· Program revitalisasi perkebunan;

· Mendorong untuk dilakukan peremajaan kebun-kebun yang sudah berumur 25 tahun dan tidak produktif, khususnya untuk perkebunan rakyat, dengan menggunakan benih unggul bermutu, yang potensi produksinya lebih tinggi dan umur panen yang lebih pendek dari tanaman yang diremajakan;

· Merintis fasilitasi penggantian benih tidak bersertifikat dengan benih unggul bermutu bersertifikat;

· Memberikan kemudahan akses ke sumber benih, antara lain mendorong tumbuhnya waralaba benih kelapa sawit;

· Mempermudah akses ke sumber pupuk;

· Introduksi model-model peremajaan perkebunan rakyat kelapa sawit, yang diharapkan dapat menekan biaya peremajaan dan ada sumber pendapatan selama menunggu tanaman belum menghasilkan;

· Menyediakan benih unggul bermutu bersertifikat untuk wilayah-wilayah khusus, yaitu wilayah pasca bencana, wilayah pasca konflik, perbatasan, wilayah miskin dan tertinggal.

· Merintis fasilitasi peningkatan infrastruktur, khususnya jalan kebun;

· Melakukan pemberdayaan petani melalui pelatihan, bimbingan, dan pendampingan

4. Isue Negatif Pengembangan Kelapa Sawit :

· Minyak kelapa sawit sebagai minyak yang tidak sehat ?

· Penyebab rusaknya lingkungan ?

· Penyebab rusaknya hutan dan terjadinya deforestrasi ?

· Menyerap air sangat tinggi :

· penyebab kekeringan vs banjir ?

· Terpinggirkannya indegeneous people ?

· Menurunnya/matinya satwa yang dilindungi ?

· Menyebabkan pemanasan global dan terjadinya perubahan iklim ?

· CO2 Emission ?

· Menyusul tudingan berikutnya secara sistematis ?

5. Permasalahan dan Tantangan

· Tuduhan : Deforestasi, degradasi hutan, merusak habitat dan membunuh satwa liar yang dilindungi, dan seterusnya.

· Meningkatnya emisi Gas Rumah Kaca (GRK)

· Indonesia dituduh sebagi penyumbang GRK terbesar ke tiga.

· Komitmen Unilateral dari Indonesia untuk mengurangi emisi GRK 26% pada tahun 2020 (Copenhagen, Desember 2009).

· Moratorium : Hutan primer dan Lahan gambut

· Penerapan Standar Sertifikasi ISPO.

6. Untuk menjawab permasalah dan tantangan terebut maka pemerintah mengeluarkan kebijakan sebagai berikut :

· Memberlakukan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 26/Permentan/OT.140/2/2007 Tanggal 28 Februari 2007 tentang Pedoman Penilaian Usaha Perkebunan

· Memberlakukan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 19/Permentan/OT.140/3/2011 tanggal 29 Maret 2011 tentang Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia (Indonesian Sustainable Palm Oil/ISPO).

· Kebun kelapa sawit yang sudah mendapat Kelas I, Kelas II, dan Kelas III dapat langsung mengajukan permohonan Sertifikasi ISPO.

· Kebun kelapa sawit Kelas I, Kelas II, dan Kelas III harus menerapkan ISPO paling lambat 31 Desember 2014.

· Penerapan ISPO bersifat mandatory (harus/wajib) karena ISPO berisi tentang semua ketentuan terkait yang berlaku di Indonesia

7. RSPO VS ISPO

RSPO :

· Merupakan standar yang disusun oleh asosiasi nirlaba pemangku kepentingan terkait kelapa sawit atas desakan konsumen Uni Eropa

· Di luar Uni Eropa, belum ada tuntutan konsumen untuk menerapkan sustainability seperti RSPO.

· RSPO bersifat voluntarily (sukarela), sehingga kurang kuat penegakannya (enforcement), dan tidak berbasis peraturan pemerintah

· Tidak ada prasyarat bagi perusahaan perkebunan kelapa sawit

· Selama tahun 2004-2011 baru 79 perusahaan kelapa sawit menjadi anggota RSPO dan kurang lebih 13 yang telah memperoleh CSPO

ISPO :

· Peraturan Menteri Pertanian No.19/Permentan/ OT.140/3/2011 tanggal 29 Maret 2011.

· Diterbitkan dalam rangka pemenuhan sustainability sebagai amanah UUD 1945.

· ISPO adalah mandatory (wajib bagi seluruh perusahaan kelapa sawit di Indonesia)

· Penegakannya kuat (enforcement) , karena didasarkan atas peraturan dan ketentuan Pemerintah

· Seluruh perusahaan perkebunan kelapa sawit di Indonesia wajib menaati ketentuan ISPO mulai dari hulu (kebun) hingga hilir (pengolahan hasil).

· Ada prasyarat kebun (Kelas I, Kelas II, dan Kelas III dapat mengajukan permohonan sertifikasi ISPO)

· Penerapan ISPO akan dimulai Maret 2012

· Paling lambat tanggal 31 Desember 2014, seluruh perusahaan perkebunan kelapa sawit sudah menerapkan persyaratan ISPO

· Perusahaan perkebunan kelapa sawit masih memiliki waktu yang cukup untuk melakukan persiapan dalam rangka memenuhi persyaratan ISPO (7 Prinsip dan Kriteria)

· Ada sanksi yang tegas jika pelaku usaha melakukan pelanggaran

· Persyaratan ISPO untuk kebun Plasma dan Swadaya dibuat tersendiri (disesuaikan)

c. Hambatan Perdagangan Minyak Sawit Indonesia (Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian selaku Wakil Ketua Komisi ISPO)

1. Hambatan perdagangan minyak sawit Indonesia di dunia :

· UNI EROPA (Non-tariff barrier) : Terkait dengan EU Directive on promotion of Renewable Energy Sources- EU RED

· AMERIKA SERIKAT(Non-tariff barrier) : Batasan pengurangan Gas Rumah Kaca (GRK) dari biodiesel yang dibuat dari minyak sawit

· AUSTRALIA (Non-tariff barrier) : Terkait dengan kebijakan Food Labelling untuk mengganti/ amendement dari Food Standard Australia dan New Zealand

· INDIA (Tariff barrier)

· PAKISTAN (Tariff barrier)

2. Perdagangan minyak wait ke Eropa tahun 2011 total volume ekspor sebesar 2,4 juta ton atau senilai US $ 1,8 Milyar. Lima negara terbesar tujuan ekspor di Eropa adalah Belanda, Itali, Jerman, Spanyol dan Yunani. Hambatan perdagangan minyak sawit di Eropa :

· Eropa (EU) mentargetkan penggunanaan bioesel dari campuran minyak nabati untuk mengurangi efek dari gas rumah kaca (GRK).

· EU akan menggunakan energi terbarukan sebesar 10 % dimana minyak sawit dapat menjadi salah satu bahan baku untuk energi terbarukan tersebut.

· EU mensyaratkan bahwa penggunaan energi terbarukan tersebut harus memenuhi ketentuan dimana dapat mereduksi emisi GRK minimal sebesar 35%.

· Hasil penelitian yang telah dilaksanakan oleh KMSI bekerjasama dengan ICRAF menunjukkan bahwa saving emission untuk perkebunan kelapa sawit di lahan mineral sebesar 46,7% s/d 60,9% yang berarti dapat memenuhi ketentuan EU-RED

3. Perdagangan minyak sawit ke Amerika Serikat tahun 2011 total volume ekspor sebesar 49,4 ribu ton atau senilai US $ 51,7 juta. Hambatan perdagangan minyak sawit di AS :

· Environmental Protection Agency (EPA) merupakan lembaga Pemerintah AS yang membuat kebijakan untuk memelihara lingkungan melalui pencegahan pemanasan global disebabkan oleh peningkatan peredaran gas CO2. Salah satu kebijakan Pemerintah Amerika Serikat untuk mengurangi pemanasan global adalah melalui peningkatan penggunaan bio energy termasuk biodiesel yang salah satu bahan bakunya adalah minyak sawit.

· Pemerintah Amerika Serikat telah memperhitungkan bahwa kebutuhan biodiesel mereka akan terus meningkat sebanyak 36 Milyar gallon pada tahun 2022. Peningkatan kebutuhan biodiesel tersebut dikhawatirkan akan mendorong pembukaan lahan kelapa sawit secara besar-besaran dan mengakibatkan peningkatan emisi GRK (CO2).

· Pada tanggal 27 Januari 2012, EPA melalui Federal Register mengeluarkan hasil analisisnya, bahwa biodiesel dan renewable diesel dari minyak sawit tidak dapat memenuhi batas minimal penurunan emisi GRK sebesar 20%. Berdasarkan perhitungan mereka, biodiesel dan renewable diesel dari minyak sawit hanya menurunkan emisi GRK sebesar 17% dan 11%. Dengan demikian, Indonesia berpotensi kehilangan pasar biodiesel sawit ke AS.

· Hasil analisa EPA tersebut diatas dapat dikatakan tidak valid karena menggunakan banyak asumsi. Hal ini bertentangan dengan ketentuan WTO bahwa regulasi yang dikeluarkan oleh suatu Pemerintah yang berdampak terhadap akses pasar barang yang diimpor maupun diproduksi lokal harus dapat dibuktikan secara ilmiah (scientifically proven).

· Kementerian Pertanian telah mengkoordinir rapat pembahasan hasil analisa tersebut yang dihadiri oleh berbagai stakeholder baik dari instansi Pemerintah maupun swasta bahkan bersama dengan Malaysia dan saat ini sedang mempersiapkan tanggapan atas hal tersebut.

4. Perdagangan minyak sawit ke Australia Tahun 2010 total volume ekspor sebesar 29,5 ribu ton atau senilai US $ 2,7 juta. Hambatan perdagangan minyak sawit di Australia adalah : Pemerintah Australia mengeluarkan Australia’s Food Standards Amendment (Truth in Labelling-Palm Oil) bill 2010 yang mengusulkan agar minyak sawit di nyatakan dalam label dari setiap produk dimana minyak sawit yang dikandung harus berasal dari sumber yang sustainable. Usulan ini pada tingkat Senat dapat diterima namun alasan pemberian label harus kesehatan (sesuai WTO), hingga usulan ini berubah menjadi kesehatan. Usulan ini sedang dipertimbangkan pada tingkat yang lebih tinggi dan harus didukung dengan bukti yang scientific dan technical evidences.

5. Eskpor minyak sawit ke India Tahun 2011 total volume ekspor sebesar 3,1 juta ton atau senilai US $ 3,5 Milyar. India merupakan negara pengimpor terbesar minyak sawit Indonesia. Pertumbuhan ekspor Indonesia ke India memiliki kecenderungan naik dari tahun 2006-2011. Hambatan perdagangan minyak sawit ke India adalah India akan mengenakan Green Tax

6. Langkah penyelesaian dan antisipasi yang dilakukan adalah :

· Melakukan kegiatan advokasi secara sendiri-sendiri maupun bersama dengan Malaysia. Hal ini dilakukan dalam rangka meluruskan informasi atas persepsi dunia yang salah terhadap minyak sawit Indonesia. Beberapa langkah yang telah dilakukan Pemerintah Indonesia adalah :

o Pertemuan Bilateral tingkat Menteri dimana Menteri Pertanian Indonesia mengunjungi negara tujuan ekspor yang mengeluarkan kebijakan yang menghambat minyak sawit Indonesia.

o Seminar dan Dialog Internasional untuk menanggulangi persepsi yang salah terhadap minyak sawit Indonesia.

o Menyelenggarakan Konferensi Pers untuk mengembalikan citra minyak sawit Indonesia.

· Melakukan upaya peningkatan akses pasar melalui negosiasi dan perundingan penurunan tarif bea masuk produk minyak sawit Indonesia ke negara tujuan ekspor (contoh : India dan Pakistan).

7. Tantangan ke depan :

· Usaha untuk melakukan promosi minyak sawit yang berkelanjutan dan memiliki emisi GRK yang rendah perlu terus dikampanyekan, disamping itu perbaikan dan usaha mitigasi GRK harus terus dilakukan a.l penerapan ISPO dan menghilangkan sumber sumber yang menghasilkan GRK

· Selain itu upaya pendekatan dan negosiasi terus dijalankan. Namun demikian apabila langkah ini masih belum berhasil, Pemerintah Indonesia akan mempertanyakan pada forum tertentu di WTO.

d. Penilaian Usaha Perkebunan (Direktur Pascapanen dan Pembinaan Usaha selaku Ketua Tim Penilai, Sekertariat Komisi ISPO)

1. Dasar pelaksanan penilaian usaha perkebunan adalah Permentan Nomor 07 Tahun 2009 tentang Pedoman Penilaian Usaha Perkebunan

2. Tujuan penilaian kebun adalah untuk mengetahui kinerja perusahaan perkebunan, kepatuhan terhadap peraturan dan ketentuan yang berlaku, memenuhi baku teknis, dan kewajiban perusahaan dalam penyusunan program serta kebijakan perusahaan., dan salah satu syarat mendapatkan sertifikat ISPO. Hanya perusahaan yang mendapatkan sertifikat Penilaian Usaha Perkebunan dengan kategori kebun kelas I, kelas II dan kelas III yang dapat mengusulkan untuk dapat sertifikat ISPO.

3. Aspek penilaian kebun yang dalam tahap pembangunan dan operasional adalah sebagai berikut :

- aspek legalitas

- manajemen

- penyelesaian hak atas tanah

- realisasi pembangunan kebun/unit pengolahan

- kepemilikan sarana dan prasarana system pencegahan dan pengendalian kebakaran

- kepemilikan sarana dan prasarana system pencegahan dan pengendalian organisma pengganggu tanaman

- Aspek operasional Kebun

- Pengolahan hasil

- penerapan AMDAL/UKL dan UPL

- Penumbuhan dan pemberdayaan masyarakat/koperasi setempat

- Pelaporan

4. Penetapan hasil penilaian usaha perkebunan :

· Hasil penilaian Tim (Kab/Kota) disertai saran dan pertimbangan disampaikan kepada Bupati/Walikota dengan tembusan kepada Gubernur dan DirjenBun paling lambat dua minggu setelah selesai penilaian.

· Hasil penilaian Tim (Provinsi) disertai saran dan pertimbangan disampaikan kepada Gubernur dengan tembusan kepada Bupati/Walikota dan Dirjen Perkebunan paling lambat dua minggu setalah penilaian.

· Hasil penilaian Tim (Pusat) disertai saran dan pertimbangan disampaikan kepada Dirjen Perkebunan dengan tembusan kepada Bupati/Walikota dan Gubernur paling lambat dua minggu setalah penilaian.

· Hasil penilaian perkebunan :

o Tahap pembangunan ditetapkan dalam kelas A, B, C, D dan E.

o Tahap operasional ditetapkan dalam kelas I, II, III, IV dan V.

· Penetapan kelas dilakukan oleh Bupati/Walikota, Gubernur atau Dirjen Perkebunan berdasarkan hasil Tim Penilai paling lambat dua bulan setelah diterimanya hasil penilaian.

· Apabila dalam waktu dua bulan penetapan kelas kebun belum dilakukan, usaha perkebunan dianggap kelas A dan/atau kelas I.

· Penetapan kelas usaha dan saran tindak lanjut oleh Bupati/Walikota, Gubernur atau Dirjen Perkebunan disampaikan kepada perusahaan dengan ditembuskan kepada Bupati/Walikota, Gubernur atau Dirjen Perkebunan.

· Saran tindak lanjut untuk kelas D dan E (tahap pembangunan) dan/atau kelas IV dan V (tahap opersional) wajib segera dilaksanakan oleh perusahaan perkebunan.

· Apabila saran tindak lanjut kelas D dan E atau IV dan V tidak dilaksanakan maka :

o Kelas D diberi peringatan tiga kali dengan selang waktu empat bulan.

o Kelas E diberi peringatan satu kali dengan selang waktu empat bulan.

o Kelas IV diberi peringatan tiga kali dengan selang waktu empat bulan.

o Kelas V diber peringatan satu kali dengan selang waktu empat bulan.

5. Sanksi administrasi

· Perusahaan yang tidak bersedia dinilai dinyatakan kelas E atau V

· Perusahaan kelas D dan E atau IV dan V dalam jangka waktu peringatan belum dilaksanakan saran tindak lanjut, izin usaha perkebunannya dicabut

6. Sesuai dengan Permentan No. 07/2009 tentang Pedoman Penilaian Usaha Perkebunan, setiap 3 tahun sekali kebun dinilai untuk mendapatkan kelas kebun (aspek legalitas, manajemen, kebun, pengolahan hasil, sosial, ekonomi wilayah, lingkungan, serta pelaporan). Hasil penilaian tersebut berupa penentuan kelas kebun, yaitu kebun kelas I (baik sekali), kelas II (baik), kelas III (sedang), kelas IV (kurang) dan kelas V (kurang sekali). Untuk kebun kelas I, II, dan III dapat mengajukan permohonan untuk dilakukan audit agar dapat diterbitkan sertifikat ISPO.

7. Yang perlu disiapkan oleh perusahaan perkebunan terkait penilaian usaha perkebunan adalah :

· Menyiapkan data dan informasi secara detail;

· Menunjuk petugas yang berkompeten yang akan memberikan penjelasan kepada petugas penilai;

· Melakukan koordinasi dengan petugas dinas yang membidangi perkebunan kabupaten/kota/provinsi

e. Penjelasan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 19/Permentan/OT.140/3/2011 (Direktur Tanaman Tahunan Selaku Sekertaris ISPO)

1. ISPO resmi dicanangkan untuk diterapkan di perkebunan sawit Indonesia pada tanggal 30 Maret 2011 dalam acara Semarak 100 Tahun Sawit di Tiara Convention Center, Medan,

2. Dasar hukum ISPO adalah Permentan Nomor 19/Permentan/OT.140/3/2011 tanggal 29 Maret 2011 tentang Pedoman Perkebunan Kelapa sawit Berkelanjutan Indonesia (ISPO).

3. ISPO secara resmi berlaku mulai Maret 2012 dan perusahaan perkebunan kelapa sawit dalam waktu paling lambat 31 Desember 2014 harus sudah melaksanakan penilaian usaha perkebunan.

4. Tujuan ISPO adalah memposisikan pembangunan kelapa sawit sebagai bagian integral dari pembangunan ekonomi Indonesia, memantapkan sikap dasar bangsa Indonesia untuk memproduksi minyak kelapa sawit berkelanjutan sesuai tuntutan masyarakat global; mendukung komitmen Indonesia dalam pelestarian Sumber Daya Alam dan fungsi lingkungan hidup.

5. ISPO didasarkan kepada peraturan perundangan yang berlaku di Indonesia, maka ketentuan ini merupakan mandatory atau kewajiban yang harus dilaksanakan bagi pelaku usaha perkebunan di Indonesia.

6. ISPO memiliki 7 prinsip, 41 kriteria dan 126 indikator. Tidak ada indikator mayor dan minor, karena seluruh indikator merupakan hal hal yang diminta oleh peraturan perundangan yang berlaku di Indonesia, sehingga bersifat wajib dipenuhi.

7. Tujuh prinsip ISPO meliputi :

- Sistem perizinan dan manajemen kebun

- Penerapan pedoman teknis budidaya dan pengolahan kelapa sawit

- Pengelolaan dan pemantauan lingkungan

- Tanggung jawab terhadap pekerja

- Tanggung jawab sosial dan komunitas

- Pemberdayaan kegiatan ekonomi masyarakat

- Peningkatan usaha secara berkelanjutan

8. Sistem Perizinan dan Manajemen Perkebunan

- Memiliki Perizinan dan Sertifikat Tanah sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

- Membangun kebun untuk masyarakat sekitar paling rendah seluas 20% dari total luas areal kebun yang diusahakan (Permentan No 26/Permentan/OT.140/2/2007 tanggal 28 Pebruari 2007).

- Sesuai dengan Rencana Umum Tataruang Wilayah Provinsi (RUTWP)/Rencana Umum Tataruang Wilayah Kab/Kota (RUTWK)

- Apabila terdapat tumpang tindih dengan usaha pertambangan harus diselesaikan sesuai dengan ketentuan yang berlaku

- Lahan perkebunan yang digunakan bebas dari status sengketa dengan masyarakat/petani disekitarnya.

- Mempunyai status badan hukum yang jelas sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

- Perkebunan harus memiliki perencanaan jangka panjang untuk memproduksi minyak sawit lestari.

- Rencana dan realisasi pembangunan perkebunan dan pabrik.

- Pemberian informasi kepada instansi terkait/pemangku kepentingan sesuai ketentuan yang berlaku terkecuali yang patut dirahasiakan.

9. Penerapan Pedoman Teknis Budidaya dan Pengolahan Kelapa Sawit

- Penerapan pedoman teknis budidaya terkait Pembukaan lahan, Konservasi terhadap sumber dan kualitas air (konservasi kualitas air buangan dan pengunaan air efisien), Perbenihan, Penanaman pada lahan mineral lahan gambut sesuai ketentuan yang berlaku (moratorium Inpres No.10 tahun 2011 tentang penundaan pemberian izin baru dan penyempurnaan tata kelola hutan alam primer dan lahan gambut), Pemeliharaan tanaman, Pengendalian OPT (Penerapan PHT, Early Warning System/EWS) dan Pemanenan.

- Penerapan pedoman teknis pengolahan hasil perkebunan: pengangkutan buah, penerimaan TBS di pabrik, pengolahan TBS (penerapan GAP dan GMP), pengelolaan limbah dan limbah B3, gangguan dari sumber yang tidak bergerak dan pemanfaatan limbah.

10. Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan

- Kewajiban terkait analisa dampak lingkungan AMDAL, UKL dan UPL

- Pencegahan dan penanggulangan kebakaran

- Pelestarian biodiversity

- Identifikasi dan perlindungan kawasan/suaka alam yang mempunyai nilai konservasi tinggi

- Mengusahakan pengurangan mitigasi emisi Gas Rumah Kaca (GRK) dengan menghindari penyebabnya

- Konservasi kawasan yang potensial akan bererosi tinggi dan kawasan pinggiran sungai

11. Tanggung jawab pada pekerja

- Penerapan sistem manajemen keselamatan kerja (SMK3)

- Kesejahteraan dan peningkatan kemampuan pekerja/buruh

- Tidak adanya perlakuan yang berbeda sesuai ras, suku, agama, dan gender

- Perlunya asuransi keselamatan kerja dan pembentukan serikat pekerja

- Sistem penggajian sesuai ketentuan yang berlaku yaitu sesuai atau lebih tinggi UMR setempat

- Tersedianya sarana perumahan, pendidikan, klinik, tempat ibadah dan sarana olah raga

12. Tanggung jawab sosial dan komunitas

- Memiliki tanggung sosial dengan masyarakat sekitar

- Ikut meningkatkan kesejahteraan

- Mendorong pembentukan koperasi pekerja

- Memiliki program untuk kesejahteraan masyarakat dan kearifan lokal

- Memberdayakan penduduk asli

13. Pemberdayaan Kegiatan Ekonomi Masyarakat

- Memprioritaskan untuk memberi peluang pembelian dan pengadaan barang jasa kepada masyarakat disekitar kebun

- Peningkatan usaha secara berkelanjutan

- Perbaikan usaha dilakukan secara terus menerus, untuk menjamin lestarinya usaha tersebut

14. Peningkatan usaha secara berkelanjutan meliputi

- meliputi pengelola perkebunan dan pabrik/mill harus terus menerus meningkatkan kinerja (sosial, ekonomi dan lingkungan) dengan mengembangkan dan mengimplementasikan rencana aksi yang mendukung peningkatan produksi minyak sawit berkelanjutan.

- Tersedianya rekaman hasil penerapan perbaikan/peningkatan yang dilakukan meliputi : Keputusan dari tinjauan manajemen, Penerapan teknologi baru dan Pelaksanaan tindakan korektif maupun prenventif

15. Perusahaan Perkebunan Kelapa sawit kelas I, II atau kelas III apabila sampai dengan tanggal 31 Desember 2014 belum mengajukan permohonan untuk mendapat sertifikasi ISPO, akan dikenakan sanksi penurunan kelas kebun menjadi Kelas IV.

16. Perusahaan perkebunan yang telah memenuhi persyaratan ISPO akan diberi sertifikat ISPO yang berlaku selama 5 tahun dan diumumkan kepada publik

f. Pengenalan Persyaratan ISPO (Dr Rosediana Suharto, Ketua Komisi ISPO)

1. ISPO adalah Indonesian Sustainable Certification System yag diharapkan dapat :

· Meningkatkan kesadaran pengusaha kelapa sawit Indonesia untuk memperbaiki lingkungan

· Meningkatkan daya saing minyak sawit Indonesia diluar negeri

· Mendukung program pengurangan gas rumah kaca, juga yang menjadi persyaratan utama negara pembeli bagi palm oil biodiesel

2. Ada dua tahap penilaian didalam sertifikasi ISPO yaitu :

· Peran Pemerintah : Melakukan penilaian usaha perkebunan dan menentukan kelas kebun, kelas 1,2, dan 3 dapat mengajukan untuk disertifikasi

· Lembaga independent: dilakukan oleh lembaga sertifikasi yang diakreditasi oleh KAN atau punya kerja sama dgn KAN, perwakilan asing auditor harus memiliki izin kerja

3. ISPO terdiri dari 7 Prinsip, 41 Kriteria dan 126 Indokator.

4. ISPO dibuat berdasarkan perundang undangan yang berlaku (disarikan dari lebih dari 116) dari Kementerian Pertanian, Kementrian Lingkungan Hidup , Kehutanan dan Badan Pertanahan Nasional

5. ISPO tidak akan memberatkan pengusaha karena peraturan tersebut seharusnya sudah dipenuhi

6. Ketentuan ISPO memiliki legal frame yang jelas, sebagai ketentuan Pemerintah ISPO akan di notifikasikan ke WTO agar diakui seluruh anggota WTO

7. Perkembangan terbaru : Negara pembeli terutama Uni Eropa dan Amerika Serikat mengutamakan pengurangan gas rumah kaca (GRK)untuk energi terbarukan, kriteria sustainability ditekan kan bagi pengurangan gas rumah kaca bila dibanding dengan minyak bumi. Di Eropa dan Australia kembali menerapkan kebijakan bahwa saturated acid di minyak sawit mengakibatkan penyakit jantung

8. Hal-hal penting dalam perhitungan Gas Rumah Kaca dalam ISPO adalah : Perubahan pengunaan lahan (Direct Land Use change = LUC), Perubahan pengunaan lahan tidak Langsung (Indirect Land Use Change =ILUC), Ditentukan dengan menggunakan model (dimasukkan para meter yang terkait , dihitung GRK dengan menggunakan kurva), Penggunaan tanah gambut ; Karbon tersimpan diatas , dibawah tanah dan penggunaan pupuk, pestisida ; Waste/POME; Penggunaan listrik , transpor kebun dan antar negara, pengaruh co – product , dll

9. Auditor ISPO : Auditor mencatat ketentuan yang tidak sinkron dan tumpang tindih untuk dipelajari untuk diusulkan perbaikannya. Selisih pendapat mengenai ISPO P&C harus dilaporkan kepada Sekretariat yang melakukan kompilasi dan mempelajari dan melaporkan kepada ISPO. Hanya auditor yang telah dilatih ISPO yang dapat melakukan audit.

g. Sistem Sertifikasi ISPO (Karim Husein/Koordinator Bidang Sertifikasi, Sekertariat Komisi ISPO)

  1. Perusahaan perkebunana kelapa sawit yang telah mendapat penilaian kelas I, II atau III, mengajukan permohonan sertifikasi ISPO kepada LEmbaga Sertifikasi yang telah mendapat pengakuan dari Komisi ISPO
  2. Penilaian kesesuaian (Audit) ISPO :

· kebun kelapa sawit (pemasok)

- milik sendiri

- kebun plasma (under supervisor)

- kebun swadaya (mempunyai kontrak)

· pabrik kelapa sawit (pks)

· kebun yang telah mendapatkan penilaian kelas I, kelas II atau kelas III sesuai Permentan no. 07 tahun 2009 tentang penilaian usaha perkebunan.

· telah menerapkan sistem manajemen mutu dan manajemen lingkungan

· mempunyai internal auditor yang telah mengikuti pelatihan penerapan praktis ketentuan ispo dan cara sertifikasi yang diselenggarakan oleh pelatihan yang ditunjuk oleh komisi ispo

  1. Audit ISPO mengacu pada Panduan audit sistem manajemen mutu dan atau lingkungan sni 19-19011-2005 (iso 19011-2002, guidelines for quality and/or enviromental management system auditing). ISPO berlaku mandatory, temuan non comformances tidak dapat ditolerir sampai dapat dibuktikan bahwa perbaikan telah dilakukan oleh perusahaan perkebunan dalam batas waktu 3 (tiga) bulan. Jika dalam waktu tersebut setelah audit, non conformances tidak dapat diperbaiki, maka audit ulang lengkap wajib dilakukan.
  2. Temuan berupa penyimpangan legal yang mempunyai sanksi pidana/ perdata seperti sisa pembakaran, tidak adanya IUP, HGB dan perijinan lainnya wajib dilaporkan oleh auditor kepada Komisi ISPO berupa catatan khusus. Tim akan melaporkan penyimpangan tersebut pada Kementerian terkait untuk diambil tindakan sesuai ketentuan berlaku.
  3. Lembaga Sertifikasi akan melakukan verifikasi kelengkapan dokumen dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari kerja. Kalau sudah lengkap akan ditindak lanjuti dengan penilaian lapangan (audit) untuk menyakinkan bahwa perusahaan perkebunan yang bersangkutan telah menerapkan dan memenuhi seluruh persyaratan ISPO.
  4. Hasil verifikasi dan audit lapangan selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan setelah verifikasi lapang sudah harus disampaikan ke Komisi ISPO oleh lembaga sertifikasi untuk mendapatkan pengakuan.
  5. Sekertariat Komisi ISPO akan memeriksa kelengkapan dokumen permohonan selambatlambatnya 7 hari dari tanggal diterima surat. Selanjutnya dokumen akan disampaikan ke Tim Peniali ISPO.
  6. Tim Penilai ISPO melakukan verifikasi terhadap seluruh dokumen yang disampikan lembaga sertifikasi berkaitan dengan persyaratan ISPO, selambat-lambatnya satu bulan sudah diputuskan diakui atau ditolak.
  7. Perusahaan yang dinilai memenuhi syarat, selanjutnya oleh Tim Penilai akan disampaikan ke Komisi ISPO untuk diberi pengakuan (approval),dan menyampaikan kembali dokumen pengakuan tersebut ke lembaga sertifikasi yang mengusulkan.
  8. Lembaga sertifikasi pengusul menerbitkan sertifikat ISPO atas nama perusahaan perkebunan kelapa sawit yang bersangkutan, selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sesudah mendapat pengakuan dari Komisi ISPO.
  9. Penerbitan Sertifikat ISPO :

- Sertifikat ISPO berlaku 5 (lima) tahun, pelaksanaan penilaian ulang/re-sertifikasi dilakukan sebelum jangka waktu 5 (lima) tahun berakhir. surveilance dilakukan minimal sekali dalam satu tahun selama masa berlakunya sertifikat, survailance pertama terhitung satu tahun sejak dilaksanakan audit terakhir.

- holding company yang memiliki beberapa perusahaan perkebunan dapat menerbitkan sertifikat atas nama holding (group) melalui proses sertifikasi mill dan group kebun yang menerapkan sistim manajemen yang sama dan diawasi sepenuhnya oleh manajer holding.

Lembaga Sertifikasi ISPO akan ditunjuk oleh Komisi ISPO pada bulan Maret 2012