Jumat, 13 Juni 2008

Degradasi Lahan gambut di Kelapa sawit (bagian 4/4)

Judul : Dampak Pemanfaatan Lahan Gambut Untuk Budi Daya Kelapa Sawit Terhadap Degradasi Lingkungan Dan Upaya Penaggulangannya
Oleh : Santobri
Mhs SM II Pascasarjana - Program Studi Ilmu Lingkungan
Universitas Riau - Pekanbaru

IV. KEBIJAKAN DAN SOLUSI PERMASALAHAN

Berbagai perkembangan kegiatan perekonomian baik bertaraf lokal, regional, maupun nasional akan menyebabkan keberadaan potensi sumberdaya alami terutama di kawasan lahan basah semakin terancam klestariannya. Mulai tampak berkurangnya luasan alami kawasan lahan basah , dan secara langsung maupun tidak langsung menurunkan mutu dan fungsi ekologis dari sumberdaya alami setempat. Pemanfaatan yang sudah berlangsung ternyata berpengaruh besar terahadap penyusutan mutu dan keberadaan sumberdaya keanekaragaman hayati. Kecenderungan pemanfaatan yang ada menujukkan bahwa masih banyak pihak yang berkepentingan terhadap daerah itu masih perlu diberkali pengetahuan tentang strategi pembangunan yang berwawasan lingkungan.

Untuk meminimalkan dampak pembangunan perkebunan kelapa sawit pada lahan gambut yang sudah berjalan maupun yang akan dilakukan, maka perlu suatu strategi atau upaya pengelolaan yang baik dan benar yang memenuhi kaidah-kaidah pembangunan berkelanjutan. Upaya-upaya tersebut yang sesuai dengan sifat dan karakteristik lahan gambut.

Sebenarnya, apabila hutan rawa gambut diperlakukan secara baik dan benar sesuai dengan kemampuan/daya dukung lahan gambutnya, maka hasil yang diperoleh mampu memberikan sesuatu yang menjanjikan. Pengembangan perkebunan kelapa sawit yang dapat dijumpai di beberapa tempat di Pantai Timur Sumatera, khususnya di Jambi dan Riau, merupakan salah satu bukti tentang keberhasilan dalam mengelola gambut Indonesia, walaupun masih ada dibeberapa tempat yang belum berhasil dengan baik.

Pembelajaran yang diperoleh dari sini adalah bahwa pengelolaan lahan dilakukan dengan memperhatikan ekosistem lahan gambut, kubah gambut sama sekali tidak boleh dibuka. Saluran drainase pada lahan gambut harus diatur dengan sangat ketat agar mampu mempertahankan muka air, termasuk muka air tanah yang sesuai dengan kebutuhan ruang perakaran tanaman.

Berdasar sifat inheren bahan gambut dan hasil pembelajaran dalam pengelolaan lahan gambut, maka pengembangan lahan gambut Indonesia ke depan dituntut menerapkan beberapa kunci pokok pengelolaan yang meliputi aspek legal yang mendukung pengelolaan lahan gambut; penataan ruang berdasarkan satuan sistem hidrologi gambut sebagai wilayah fungsional ekosistem gambut; pengelolaan air; pendekatan pengembagan berdasarkan karakteristik bahan tanah mineral di bawah lapisan gambut; peningkatan stabilitas dan penurunan sifat toksik bahan gambut dan pengembangan tanaman yang sesuai dengan karakteristik lahan.

Secara khusus hal-hal yang harus diperhatikan untuk menahan laju degradasi lahan gambut pada lahan perkebunan kelapa sawit adalah memembuat suatu sistem tata air (water management system) yang betul-betul terencana dengan baik sehinga dapat memperhatikan tinggi muka air yang sesuai. Secara umum tinggi muka air tanah gambut pada lahan kelapa sawit adalah 60 cm di bawah permukan tanah. Dengan kedalaman muka air tanah 60 cm, diharapkan kelembaban tanah di bagian atasnya akan tetap terjaga (terhindar dari kekeringan) dan dilain pihak perakaran tanaman tidak tergenang.

Pengaturan tinggi muka air tanah dapat dilakukan dengan membuat pintu-pintu pengatur air pada kanal-kanal drainase dan memonitornya setiap saat sebagai upaya mengantisipasi kelebihan air yang mengakibatkan areal tergenang ataupun kekurangan air yang mengakibatkan kekeringan.

Untuk mempertahankan keanekaragaman hayati makan lahan-lahan yang menjadi kawasan lindung harus tetap dipertahankan, Oleh karena itu perlu dilakukan analisis tentang keanekaragaman hayati yang mempunyai nilai konservasi tinggi atau high covservation value (HCV) selajutnya melakukan pembatasan-pembatasan dan upaya pengelolaannya. Penentuan kawasan lindung gambut sudah diatur oleh pemerintah dalam bentuk Keppres no 32 tahun 1990 tentang pengelolaan kawasan lindung..


Cara lain untuk melindungi keanekaragaman hayati adalah dengan menerbitkan serta menegakan hukum yang mengatur penggunaan lahan. Peraturan mengenai tta guna lahan berupa pembatasan luas serta akses dan pemanfaatan lahan, maupun pencegahan dan pengendalian populasi. Sebagai contoh, akses bagi kendaraan dan pejalan kaki mungkin perlu dibatasi pada wilayah yang rawan terhadap kerusakan, seperti lokasi burung bersarang, tanah bergambut dalam, sumber air minum dll yang sifatnya dilindungi (Indrawan et all., 2007).

Sebenarnya pemerintah sudah mempunyai perangkat dalam upaya mencegah penggunaan lahan gambut yang tidak memperhatikan aspek-aspek lingkungan, yaitu berupa Kepmen LH No. 5 Tahun 2000 tentang Panduan Penyusunan AMDAL Kegiatan Pembangunan di Daerah Lahan Basah. Dalam panduan tersebut sudah sangat jelas apa-apa yang harus dianalisis untuk mendapatkan apa-apa yang boleh dilakukan dan apa-apan yang tidak boleh dilakukan dalam upaya pemanfaatan lahan gambut yang berkelanjutan.

Upaya untuk mencegah kebakaran lahan gambut adalah dengan tidak membuka lahan dengan cara bakar, tidak melakukan drainase yang berlebihan, membuat menara pemantau api, membuat regu pemadam yang dilengkapi dengan peralatannya dll, yang sifatnya mudah dilakukan di lapangan.
Upaya pemanfaataan lahan gambut seyogyanya melibatkan unsur masyarakat tempatan, baik langsung maupun tidak langsuh dalam kegiatan usahanya, dan selau memperhatikan kearifan lokal yang dimiliki oleh masyarakat setempat.

V. KESIMPULAN

Lahan gambut sebagai sumberdaya dalam tiga dekade terakhir telah dimanfaatkan untuk kepentingan berbagai sektor seperti sektor pertanian dalam arti luas yaitu sektot perkebunan, kehutanan dan ranaman pangan. Perkebunan kelapa sawit merupakan subsektor pertanian yang sudah banyak memanfaatkan lahan gambut.

Pekebunan kelapa sawit di lahan gambut memberikan hasil yang baik dimana produksinya tidak kalah dengan yang diusahakan di lahan mineral yaitu sekitar 22 – 28 ton TBS/ha./tahun.

Lahan gambut merupakan lahan marginal yang rapuh dan rentan terhadap kerusakan, oleh karena itu perlu suatu pengelolaan dengan prinsip kehait-hatian Hal-hal yang rentan tersebut adalah subsidensi gambut, pengeringan gambut (sifat irreversible), hilangnya fungsi gambut sebagai pengatur hidrologi kawasan, terjadinya kebakaran lahan, emisi gas rumah kaca, hilangnya keanekaragaman hayati yang mempunyai nilai konservasi tinggi.

Hal-hal yang perlu dilakukan dalam menekan laju degradasi lingkungan lahan gambut di areal yang diusahakan adalah dengan mengatur tata air (water management system), dengan tetap mempertahankan tingi muka air pada kedalaman 60 cm di bawah permukaan tanah.
Lahan gambut sebagai fungsi lindung harus tetap dipertahankan dengan tidak memanfaatkannya secara serakah. Lahan gambut sebagai sebuah sumberdaya dalam pemanfaatanya harus dikelola sesuai dengan kemapuan dan kodrat alamiahnya yang dalam prakteknya dituangkan dalam studi analisis dampak lingkungan (AMDAL).

Tidak ada komentar: